DPP Gempar NKRI Desak Jaksa Tahan Terdakwa Dugaan Penipuan Oknum Eks Bendahara Brimob

MAKASSAR,KLIKDATA.co— Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang dipimpin oleh Zulkifli menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun 6 bulan terhadap Iptu Yusuf Purwantoro, terdakwa dalam perkara pidana dugaan penipuan, Kamis 9 Juli 2020.

Tak hanya hukuman badan, Majelis Hakim juga memerintahkan agar terdakwa yang merupakan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel itu, untuk segera ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Makassar dan membebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan serta memerintahkan agar terdakwa ditahan,” ucap Ketua Majelis Hakim Zulkifli dalam putusannya.

Menanggapi putusan Majelis Hakim tersebut, Ketua DPP Gerakan Masyarakat dan Pemuda Anti Korupsi (GEMPAR) NKRI, Akbar Polo mengakui cukup mengapresiasi karena Majelis Hakim tegas dalam amar putusannya. Dimana memerintahkan agar terdakwa segera ditahan.

“Giliran Jaksa harus segera melaksanakan penetapan Hakim tersebut. Segera masukkan terdakwa ke sel tahanan,” ucap Akbar Polo, Sabtu (11/7/2020).

Mengenai kemungkinan kendala adanya perlawanan upaya banding oleh pihak terdakwa, kata dia, itu hal yang berbeda. Putusan pemidanaan berbeda dengan perintah untuk ditahan.

Pemidanaan, lanjut dia, bisa dilakukan karena belum inkracht. Tetapi perintah masuk atau perintah agar terdakwa segera ditahan, itu berkaitan dengan ketentuan pasal 21 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang nantinya kewenangan tersebut beralih ke Hakim Pengadilan Tinggi (PT).

Amar putusan berbunyi segera ditahan, kata Akbar Polo, karena terdakwa dinilai telah memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan penahanan.

“Perintah masuk itu harus segera dilaksanakan sekali pun perkara belum inkracht dalam putusan pemidanaan,” ujar Akbar Polo.

Lanjut Akbar, sebuah kewajiban Jaksa untuk segera menjalankan perintah dalam putusan. Jika dalam putusan terdapat kata-kata memerintahkan terdakwa untuk segera di tahan dalam Rutan (Rumah Tahanan).

Kalau hal itu Jaksa tidak jalankan, maka dinilai sebagai tindakan menyalagunakan wewenang untuk menjalankan putusan Hakim pidana.

“Dalam hukum adminstrasi dikategorikan perbuatan tidak menjalankan putusan Pengadilan,” tegas Akbar Polo.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Saputra mengatakan pihaknya saat ini belum bisa menyimpulkan apakah akan melakukan upaya hukum selanjutnya atas vonis Majelis Hakim tersebut.

“Kita berpikir-pikir dulu sebelum sembari menunggu salinan amar putusan dan bermusyawarah dengan pimpinan,” jelas Ridwan di Pengadilan Negeri Makassar.

Ia mengakui vonis yang diberikan Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan. Dimana sebelumnya terdakwa dituntut 3 tahun 10 bulan atau 46 bulan penjara.

Tak hanya tuntutan pidana badan, JPU juga menuntut terdakwa ditahan di sel Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Makassar dimana sebelumnya Pengadilan Negeri Makassar melonggarkan terdakwa sebagai tahanan kota.

“Dalam vonis tadi, Majelis Hakim memerintahkan terdakwa ditahan. Dimana masa penahanan terdakwa dikurangi dengan masa penahanan kotanya,” jelas Ridwan.

Kronologi Perkara

Dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan bernomor 115/Pid.B/2020/PN Mks, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya mendakwa eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro dengan ancaman Pasal 378 KUHPidana yang ancaman pidananya maksimal 4 tahun penjara.

Polisi berpangkat Inspektur Polisi Satu itu terjerat perkara dugaan penipuan saat ia menemui korbannya, A. Wijaya di Kabupaten Sidrap untuk meminta tolong dipinjamkan uang sebesar Rp1 miliar dengan alasan ingin membayar uang tunjangan kinerja (tukin) seluruh personel Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya telah ia gunakan guna kebutuhan lain.

Karena mengingat terdakwa merupakan kawan sekolahnya dulu, korban pun memberikan bantuan dana sesuai yang diminta oleh terdakwa melalui via transfer.

Namun belakangan uang yang dipinjam tersebut, tak kunjung dikembalikan oleh terdakwa hingga batas tempo yang dijanjikan. Terdakwa malah belakangan terus menghindar dengan memutuskan komunikasi dengan terdakwa.

Atas perbuatan terdakwa itu, selain membuat korbannya menanggung kerugian besar, juga membuat malu korban dengan keluarganya khususnya tantenya yang meminjamkan uang kepadanya.

“Uang yang saya berikan ke terdakwa itu uangnya tante dari hasil gadai sertifikat rumah di Bank. Jadi karena perbuatan terdakwa, saya harus menanggung beban membayar uang Bank,” terang korban, A. Wijaya. (***)

Comment